WELCOME TO "JASMERAH BLOG"

Senin, 05 Oktober 2009

Raja Raja Kerajaan/Kesultanan Palembang

Raja-Raja Palembang:
1. Aria Dilah (1445-1486)
2. Dipati Karang Widara (1486-1546)
3. Ki. Sedo Ing Lautan (1547-1552) ... Baca Selengkapnya
4. Ki. Gede Ing Ilir Suro Tuo (!552-1573)
5. Kemas Anom Adipati Ing Suro Ki. Gede Ing Suro Mudo (1573-1590)
6. Kemas Adipati (1590-1595)
7. pangeran Madi Ing Angsoko Jamaluddin Mangkurat I (1595-1629)
8. Pangeran Madi Alit Jamaluddin Mangkurat II (1629-1630)
9. Pangeran Sedo Ing Puro Jamaluddin Mangkurat III (1630-1639)
10. Pangeran Sedo Ing Kenayan Jamaluddin Mangkurat IV (1639-1650)
11. Pangeran Sedo Ing Pesarean Jamaluddin Mangkurat V (1651-1652)
12. Pangeran Sedo Ing Rejek Jamaluddin Mangkurat VI (1652-1659)

Sultan-sultan Palembang Darussalam:
13. Susuhunan Abdurrahman Candi Walang Sultan Jamaluddin Mangkurat VII (1659- 1706)
14. Sultan Muhammad Mansur Jayo Ing Lago (1706-1714)
15. Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1714-1724)
16. Sultan Anom Muhammad Alimuddin (1724-1728)
17. Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo (1724-1757)
18. Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (1757-1776)
19. Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803)
20. Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1821)
21. Sultan Ahmad Najamuddin II Husin Diauddin (1813-1817)
22. Sultan Ahmad Najamuddin III Pangeran Ratu (1819-1821)
23. Sultan Ahmad Najamuddin IV Prabu Anom (1821-1825)

Sultan Palembang Darussalam Pasca Reformasi
24. Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja (2006 – sekarang)

------------------
Sumber :
1. Drs. R. M. Sjafei Diradja, SH. (Jln Sultan Muh. Mansyur – Makrayu)
2. Kms. H. Andy Syarifuddin, S.Ag. (19 Ilir – Depan Masjid Agung Plg)
3. Kgs. Abubakar Tholib (Palembang)
4. Ir. Nanang Soetardji (Jakarta / Pensiunan PUSRI)
5. dll.

Sabtu, 03 Oktober 2009

ARKEOLOGI

Siswa SMA/MA Lakukan Penggalian
Sabtu, 19 Juli 2008 | 03:00 WIB

Para siswa dari SMA 10, SMA 5, SMA 4, SMA 16, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 di Palembang mengadakan penggalian arkeologi di sekitar Situs Makam Ki Gede Ing Suro. Kegiatan yang diselenggarakan Balai Arkeologi Palembang untuk mengisi liburan sekolah itu dilakukan selama delapan hari, mulai Sabtu (12/7) sampai Sabtu (19/7).

Menurut guru Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN 1) Kemas Ari, sebelum memulai penggalian para siswa mendapat materi tentang ilmu arkeologi. Penggalian dilakukan di bidang tanah seluas 30 meter x 30 meter. Tanah tersebut dibagi menjadi lima kelompok masing-masing berukuran 6 meter x 30 meter.

”Kami menggali dengan sistem ’lot’ atau berlapis seluas 2 meter x 2 meter dengan kedalaman setiap lapisan 10 sentimeter. Setiap hari kami menggali satu lapisan,” kata Kemas Ari. Setiap kelompok menemukan sedikitnya 20 sampai 100 kepingan gerabah, keramik, bahkan menemukan struktur bata. ”Sepintas, kepingan itu berasal dari keramik asal China, Thailand, dan Vietnam. Sekarang belum bisa ditentukan usianya,” kata Kemas Ari.

Mengasyikkan

Kegiatan serupa pernah dilakukan tahun lalu di Situs Bumiayu, Kabupaten Muara Enim. Menurut penuturan para peserta, kegiatan penggalian sangat menyenangkan, apalagi dilakukan bersama teman sebaya dari sekolah lain.

Andala (17), siswa SMA 4, mengatakan merasa senang karena sekarang mengetahui cara penggalian dengan ilmu arkeologi. Andala mengaku bisa menularkan pengetahuannya itu kepada teman-temannya. ”Capeknya tak terasa karena dilakukan bersama-sama. Semakin dalam menggali, semakin banyak temuan,” kata Andala.

Menurut Riska (15), siswi MAN 1, kelompoknya menghadapi kesulitan karena lokasi penggalian kelompoknya mengeluarkan air. Setiap kelompok terdiri dari tiga siswa dan seorang guru. Ada siswa yang bertugas menggali, membersihkan, dan membuat catatan. ”Awalnya saya tidak tertarik, tetapi ternyata di dalam tanah ditemukan berbagai benda. Kelompok kami menemukan sekitar 100 kepingan benda. Saya dan teman-teman merasa takjub,” kata Riska.

Sebelum mencoba melakukan penggalian sungguhan, Riska dan teman-temannya hanya menyaksikan pekerjaan para arkeolog melalui film. ”Sebagai guru sejarah, saya mendukung kegiatan ini. Para siswa dan guru mendapat pengetahuan baru tentang arkeologi,” kata Kemas Ari.
(Sumber : http://cetak.kompas.com/WAD).

Revitalisasi Be - K - Be ( 2 )

Miris, Keaslian BKB Cuma Tersisa 10 Persen Saja
Sriwijaya Post - 29 Desember 2008

PALEMBANG, SENIN - Pemindahan (relokasi) bangunan di sekitar Benteng Kuto Besak (BKB) dan juga dibagian dalamnya sudah sangat mendesak. Sekitar 90 persen bagian dari BKB yang ada kini sudah bukan bagian yang asli dari bangunan tersebut. Bangunan yang ada tidak sejaman dengan bagian dinding benteng yang masih tersisa.

Yang lebih memiriskan lagi, ternyata BKB yang berada di tepian Sungai Musi, Palembang ternyata tidak masuk dalam daftar benteng yang ada di Indonesia berdasarkan brosur yang dikeluarkan oleh Departemen Pariwisata dan Kebudayaan RI. Padahal BKB merupakan satu-satunya benteng di Indonesia yang dibangun oleh putra daerah. Sedangkan benteng yang lain dibangun oleh bangsa yang pernah menjajah Indonesia, seperti Portugis, Belanda dan Inggris.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen IAIN Raden Fatah Palembang, Kemas Rachman Panji atau Kemas Ari yang menjadi salah satu pembicara dalam sarasehan budaya Membangun Indonesia dengan Pelestarian Aset Perjuangan Benteng Kuto Besak.

"Sekarang juga relokasi itu diperlukan sehingga 10 persen bagian BKB yang tersisa tidak semakin hilang," ujar Ari, Sabtu (27/12).

Dikatakan bahwa dari empat keraton yang pernah berdiri dimasa Kesultanan Palembang Darussalam, ternyata tinggal BKB yang masih berdiri. Sedangkan keraton lain seperti Kuto Kecik dan sebagainya sudah hilang.
Soegeng Haryadi

Revitalisasi Be - K - Be

Membebaskan Benteng Kuto Besak
Sunday, 04 January 2009

Eksistensi dan keberadaan bangunan bersejarah Benteng Kuto Besak (BKB) yang dibangun sejak abad XVIII oleh Sultan Mahmud Badaruddin, kini mulai diungkit kembali keberadaannya. Ada wacana Benteng Kuto Besak harus ‘direbut’ dan dibebaskan dari para penghuni yang masih bercokol di dalamnya.
Wacana membebaskan Benteng Kuto Besak ini mencuat sejak dialog seniman, budayawan dan politikus di rumah makan (RM) Pagi Sore Simpang Charitas, Kamis (13/11). Dialog budaya yang dihadiri para seniman gaek dan diprakarsai anggota DPR RI Mustafa Kamal dari partai PKS ini, kemudian berlanjut Sabtu (26/12) di Side Restaurant depan BKB. Pada pertemuan kedua ini, pembahasan mulai mengerucut mengenai aset perjuangan Benteng Kuto Besak sebagai bagian cagar budaya yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya.

‘Berjuang merebut Benteng’ tidak cukup hanya dengan dialog seniman sambil ngopi bareng, tanpa menghadirkan orang-orang yang ‘terhakimi’ dalam hal ini petinggi TNI dan institusi terkait lainnya. Pembebasan harus dilakukan dengan negosiasi tak hanya pemerintah daerah, Pangdam II Sriwijaya dan Walikota, tetapi juga harus negosiasi dengan pemerintah pusat. Mengapa? TNI mendiami Benteng itu sejak kemerdekaan, tepatnya sejak Benteng diserahkan Belanda kepada TNI pada 1945. Kini di dalam areal Benteng Kuto Besak terdapat rumah penduduk, yang merupakan keluarga mantan TNI, rumah sakit TNI (AK Gani), gedung Akademi Perawat Kesehatan Dam II Sriwijaya, serta beberapa tempat-tempat bisnis lainnya.
Untuk merelokasi penghuni Benteng tersebut tentu tidak sederhana. Perlu proyeksi dana yang tidak sedikit. Pemerintah harus merelokasi rumah sakit, gedung Akper serta sejumlah tempat tinggal lainnya. Apakah pemerintah daerah sudah siap dengan konsekwensi itu? Sudah menyiapkan lahan untuk membangun RS AK Gani, Gedung Akper dan rumah penduduk? Kalau pemerintah belum siap, ini artinya pembebasan Benteng Kuto Besak hanyalah sebuah wacana belaka.
Menurut sejarahwan Palembang, Kemas Ari, TNI tidak salah menempati Benteng Kuto Besak itu bertahun-tahun lamanya. Dalam hukum perang Internasional, siapa yang menang dalam peperangan, dialah yang menguasai asetasetnya. Tak terkecuali Benteng Kuto Besak yang berada di jantung kota Palembang itu ‘’Saya sudah lelah membicarakan Benteng Kuto Besak itu. Mau diapakan. Yang bisa membebaskan Benteng itu adalah kebijakan pemerintah pusat dan kesadaran semua pihak. Didalam Benteng itu sudah sangat kompleks. Bila Benteng sudah bebas, baru kita melakukan penelitian secara ilmiah mengenai kelayakan bangunan bersejarah itu (BKB—Red) masuk dalam kategori cagar budaya atau tidak, ’’ ujar Kemas Ari.

Terlepas dari permasalahan BKB, kini kebanggaan wong Palembang hanya tinggal Masjid Agung, sedangkan beberapa tempat sejarah seperti Goa Jepang di KM 5, justru tertimbun tanah bahkan sebagai tempat pembuangan sampah. Ironi memang, Benteng Kuto Besak mati-matian minta dibebaskan, sedangkan Goa Jepang yang bebas itu saja tidak terawat. Nah bagaimana kita mau merawat Benteng yang memiliki ukuran panjang 288,75 meter, lebar 183.75 meter dan tinggi 9.99 meter (30 kaki) serta tebal 1.99 meter (6 kaki)? Daerah pusat Kesultanan Palembang Darussalam ini, justru berbuah ironi. Simbol-simbol kejayaan Sultan Mahmud Badaruddin, satu per satu ditelan kemajuan jaman. Undang-undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, juga tak mampu melindungi simbol-simbol kejayaan Tokoh Pejuang Sultan Palembang tersebut. Namun, nasib Benteng Kuto Besak, yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Agung dan kantor Walikota, tepatnya di pinggiran sungai Musi, tak ubahnya seperti Benteng terlarang seperti Forbidden City di Cina. Tapi Forbidden City tak lagi menjadi kota terlarang. Tempat para raja yang mendiami areal puluhan hektar itu sudah dibuka untuk umum.
Pengunjungnya tak hanya masyarakat setempat, melainkan para turis mancanegara. Nah bagaimana dengan Benteng Kuto Besak ini? Areal bangunan bersejarah itu tetap menjadi wilayah terlarang untuk dimasuki masyarakat umum karena di dalamnya merupakan markas tentara.
Upaya revitalisasi Benteng Kuto Besak ini, tampaknya tak beda dengan revitalisasi bangunan bersejarah lainnya di kotakota besar di Indonesia. Bangunan bersejarah di pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya. Pada umumnya, rencana revitalisasi kawasan pusat kota justru mengancam keberadaan bangunan cagar budaya karena seringkali bangunan bersejarah tersebut dibongkar untuk diganti bangunan modern yang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat adanya dua kepentingan yang tidak selalu sejalan, yang bertujuan untuk menghindari perubahan dan menjaga karakter lingkungan tersebut, dan adaptasi bangunan / kawasan yang bertujuan untuk mengakomodasi konsekuensi dari perubahan ekonomi. Selain kedua hal tadi, isu ini pun diperparah dengan kurangnya perangkat pengendalian yang memadai dalam hal perlindungan cagar budaya. Bila ditarik kebelakang nilai history Benteng Kuto Besak, memang memiliki kepentingan umum, yaitu pengaturan benda cagar budaya yang dapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata, dan lain-lain.
Benteng ini dibangun selama 17 tahun dimulai pada tahun 1780 dan diresmikan pemakainnya pada hari Senin tanggal 21 Februari 1797. Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Sedangkan gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak di prakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.
Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh Kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan Internasional serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai Sultan ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak sebagai keraton baru.
Jika dilihat dari lokasinya yang berada di jantung kota, pembangunan dan penataan kawasan ini akan menjadi tempat hiburan menyenangkan yang menjual pesona Musi dan bangunan- bangunan bersejarah. Dari atas Jembatan Ampera, pemandangan yang tampak adalah bangunan luas nan kokoh, latar belakang menara air peninggalan Belanda (sekarang Kantor Wali Kota Palembang). Salah satu strategi pengembangan terbaik dalam merevitalisasi kawasan kota bersejarah adalah dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat wisata dengan bangunan bersejarah sebagai objek wisata utamanya. Tapi siapkan
pemerintah kota menyiapkan anggaran relokasi sebagai konsekwensi menjadikan kota bersejarah? (tj)
HARIAN PAGI SUMATERA EKSPRES PALEMBANG
http://www.sumeks.co.id Powered by: Joomla! Generated: 3 October, 2009, 14:36

BKB Nasibmu Kini

PALEMBANG – Ternyata Benteng Kuto Besak (BKB) yang berada di Palembang tidak masuk dalam daftar benteng-benteng yang ada di tanah air. Padahal BKB merupakan satu-satunya benteng di Indonesia yang dibangun oleh putra daerah, sedangkan benteng yang lain dibangun oleh bangsa yang pernah menjajah Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen IAIN Raden Fatah Palembang, Kemas Rachman Panji atau Kemas Ari dalam sarasehan budaya di River Side Restaurant, BKB, Palembang, Sabtu (27/12).
Menurutnya BKB tidak masuk dalam daftar benteng di Indonesia yang ditampilkan dalam brosur tentang benteng yang dikeluarkan oleh Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. “Padahal BKB di Palembang adalah satu-satunya benteng yang dibangun oleh putra daerah,” ujar Kemas Ari.
Lebih lanjut bahwa BKB juga seharusnya menjadi land mark Kota Palembang disamping Jembatan Ampera yang selama ini sudah dikenal. Selama ini orang mengenal Kota Palembang melalui Jembatan Ampera. Padahal banyak bangunan yang bisa dijadikan land mark untuk Kota Palembang.
Sedangkan menurut Kepala Balai Arkelogi Nurhadi Rangkuti mengungkapkan bahwa sudah banyak bagian dari BKB yang kosong atau tidak ada lagi. Bangunan asli dalam benteng yang sejaman dengan dinding benteng sudah tidak ada lagi. “Paling-paling yang masih asli adalah dinding bagian barat dari BKB,” jelas Nurhadi.
Ia juga mendorong untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap BKB. Penggalian khusus oleh arkeolog dibutuhkan untuk mendapatkan cerita atau sejarah tentang benteng tersebut secara lengkap. (Sripo dan http://trijayafmplg.wordpress.com/2008/12/27/bkb-ternyata-tidak-masuk-dalam-daftar-benteng-di-tanah-air/).

Jumat, 02 Oktober 2009

JASMERAH

Sebuah Tulisan dari Nurhana Tirtaamijaya

“Jangan sekali-sekali melupakan sejarah” yang disingkat menjadi Jas Merah adalah istilah/slogan/petuah Bung Karno kepada rakyat Indonesia…..dalam berbagai pidato dan dibukunya yang berjudul “Dibawah Bendera Revolusi”……. Respons dan persepsi rakyat Indonesia beragam, ada yang memperhatikan dan mempelajarinya secara serius, ada yang sekedar tahu lalu EGP ( emang gue pikirin…)….. Saya termasuk yang mempelajarinya secara serius tentang makna dari istilah itu, inilah hasil analisa saya……
Bung Karno mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa para pahlawan bangsanya…Untuk bisa menghargai para pahlawan tentunya juga harus mau mempelajari sejarah perjuangan bangsanya….
Para orang bijak mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, terutama pengalaman pribadi…tapi kalau kita harus mengalami dulu semua kejadian baru sadar dan pintar menyelesaikan masalahnya, maka umur kita tidak cukup untuk bisa menjadi orang bijak pada usia yang masih produktif…mungkin kita baru menyadari seluruh kesalahan kita setelah kita tua renta dan mau masuk kubur….sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa…semua sudah terlambat. tinggal penyesalan yang berkepanjangan….
Karena itu sejak tingkat sekolah dasar kita diajari pelajaran sejarah agar bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa penting dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, kehidupan manusia, politik, para pahlawan, pemerintahan, baik nasional maupun internasional……
Tapi pada umumnya minat murid untuk betul betul mempelajari sejarah sangat sedikit, kurang diminati…sehingga sangat sedikit yang memilih menjadi sarjana jurusan sejarah….karena memang kurang menjanjikan penghasilan yang cukup…
Karena itu di Indonesia, pakar sejarah yang betul betul profesional dan jujur, sangat sedikit…kebanyakan hanya digunakan sebagai alat propaganda politik pemerintahan yang berkuasa…..akibatnya munculah berbagai versi tentang suatu peristiwa penting di Indonesia ini……….
Misalnya :..
“Peristiwa penculikan Bung Karno menjelang pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945″…
“Peristiwa Pemberontakan G 30 S PKI”…”Peristiwa Pembrontakan PKI Madiun 1948″ …
“Pemberontakan GAM “
“Pemberontakan PRRI-Permesta”..
” Pemberontakan RMS”..
“Peristiwa penembakan Istana Presiden Soekarno oleh pilot TNI AU Maukar”…
“Peristiwa dibalik mundurnya presiden Soeharto Mei 1998″.
“Peristiwa sengketa mantan presiden Habibie dengan Prabowo”…
…….dan banyak lagi berbagai periatiwa yang misterius…
Saya ingin ajak pembaca blog untuk mau peduli tentang sejarah perjuangan para pahlawan dinegeri kita, termasuk sejarah dunia…..karena walaupun sebagian telah direkayasa/dimanipulasi penguasa pada masanya, tapi tetap ada benang merah yang menghubungkan berbagai peristiwa sejarah tersebut misalnya:
…….semua penguasa yang dzalim, pada akhirnya akan hancur juga….
contoh:
Hitler, Musolini, Rezim komunis di Sovyet Uni, Penjajahan Jepang di Asia Timur, Penjajahan bangsa Eropa di benua Amerika, Asia, Afrila dll…
Intinya sejarah membuktikan bahwa penguasa yang bertentangan dengan suara hati manusia yang dihembuskan Allah SWT/Asmaul Husna…(yaitu kejujuran, keadilan, kebenaran, perlindunganterhadap hak azasi manusia, kemerdekaan, kebebasan, kasih sayang, dll…) pada akhirnya akan runtuh juga……
Demikian juga dengan kedzaliman di Indonesia, mulai dengan penjajahan Belanda, Jepang, Nica..akhirnya hancur juga…..Kedzaliman Orde Baru juga berakhir secara tragis…..terjadi tanpa diduga…
Itu bukti bahwa akhirnya Allah akan bertindak juga pada waktu yang tepat tanpa bisa dilawan oleh siapapun…. Allah bekerja dengan metoda hukum causalitas, hukum sebab akibat…Allah SWT adalah penguasa tunggal hukum sebab akibat, karena Allah SWT adalah Prima Causa…Penyebab paling awal, Penyebab Utama semua kejadian….
Peribahasa “Siapa Menebar Angin Akan Menuai Badai”, adalah peribahasa yang patut selalu diingat…..Tidak ada seorangpun didunia ini akan lolos dari kejahatannya…..Hanya perlu waktu dalam pembuktiannya…….
Yaitu setelah hukum causalitas terpenuhi dengan izin Allah…
Sumber : tirtaamijaya.wordpress.com (Ditulis dalam politik)

Kemas adalah Gelar Tertua di Kerajaan Palembang

Sebagian sejarawan percaya bahwa Kemas adalah gelar tertua di kerajaan Palembang sebelum terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam, karena pada saat itu "ELITE" di Kuto Gawang pada awalnya hanya memakai gelar Ki, inilah satu-satunya gelar yang dipakai. Untuk pemimpinnya Ki Suro, dipergunakan gelar yang menunjukkan martabatnya, yaitu Gede, maka gelarnya adalah Ki Gede ing Suro. Adapun gelar yang dipakai pertama kali oleh Pangeran Tranggana dari Demak adalah Ki Mas Palembang. Ki Mas(lidah Palembang menyebutnya Kemas) adalah gelar tertua dan tentunya penyandang gelar ini, kalau boleh disamakan dengan “jurai tua”, dalam garis adat yang bersifat genealogis dan teritorial dipedalaman(Pasemah dan lainnya).

Pada masa Kuto Gawang tidak dikenal gelar Raden. Bahkan Kemas Endi sebagai prolamator Kesultanan Palembang Darussalam, masih menggunakan gelar Kemas. Dia adalah pemegang gelar Sultan yang pertama, kemudian dia jadi Begawan dengan gelar Susuhunan. Gelar-gelar ini dipakainya dalam upaya Palembang mensetarakan dirinya dengan Mataram. Kalau pertama kali Palembang adalah tabu dan barangkali takut kualat memakai gelar Sultan, karena Mataram (Sultan Agung) mempergunakan gelar Sultan. Setelah Palembang diremehkan bahkan dihina oleh Mataram, maka Palembang tidak lagi berorientasi ke Mataram dan mencari identitas dirinya sebagai Melayu-Jawa.

Masih belum jelas apakah diakhir-akhir masa Kuto Gawang, gelar Ki-Bagus(Kiagus) dan Mas-Bagus(Masagus) telah ada. Di Keraton Banten ada gelar Ratu Bagus(Tubagus), demikian pula di Keraton Jambi ada Kemas dan Raden. Keraton Banten dan Keraton Jambi adalah juga keraton Jawa diluar Jawa.

Kamis, 01 Oktober 2009

Kajian Naskah Palembang

SYA’IR PERANG MENTENG (1)

  • Penelitian Fisik Syaír

Syaír Perang Menteng diterjemah oleh Dr. M.O.Woelders, syaír tersebut memiliki 260 bait. Setiap syaír memilki empat baris, jika dijumlahkan seluruh baris dalam syair perang menteng maka akan berjumlah 1040 baris. Di mulai dari halaman 161-197. Dalam penulisan kata sya’ir ada perbedaan, penulisan kata sya’ir pada sampul tertulis “Syair” sedangkan pada judul Sya’ir Perang Menteng tertulis “Sya’ir”.

Dua baris pertama merupakan sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi atau maksud sya’ir. Sajak dalam sya’ir didominasi menggunakan sajak “aa”, ada lima sya’ ir yang tidak memenuhi sajak “aa”, tetapi jika dilapaskan maka akhir dari bait tersebut akan melahirkan sajak “aa”, lihat sya’ir no 8, 41, 95, 197, dan 254.

Dalam sya’ir perang menteng banyak menggunakan majas perumpamaan. Terjamahan sya’ir perang menteng yang ditulis oleh Dr. M. O. Woelders ditranterasikan langsung tanpa melakukan perubahan ke dalam bahasa Indonesia yang disempurnakan. Jika dilihat kosakata dalam kalimat-kalimat sya’ir, maka dapat kita simpulkan bahwa sya’ir perang menteng menggunakan bahasa Arab-Melayu.

Awal huruf pada baris pertama juga didominasi huruf mati berjumlah 239 sya’ir lihatsya’ir no:

1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,28,29,30,31,33,34,35,36,37,38,39,41,42,44,45,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,74,75,76,77,78,79,80,81,82,83,84,85,86,87,88,89,90,91,92,93,94,95,96,97,98,99,100,101,102,103,104,105,106,107,108,109,110,111,112,113,114,115,116,117,118,119,120,122,123,124,125,126,127,128,129,130,131,132,133,134,135,136,137,138,139,140,141,142,143,144,145,146,147,148,149,150,151,152,153,155,156,157,158,159,160,161,162,163,164,165,166,167,168,169,170,171,172,173,174,175,176,177,178,179,180,181,182,183,184,185,186,187,188,189,190,191,192,193,194,195,196,197,198,199,201,202,203,204,206,307,208,209,210,211,213,215,216,217,218,220,222,223,224,225,226,227,228,229,230,231,232,233,234,235,237,238,239,241,242,243,244,245,246,247,249,250,251,252,253,254,256,257,258,259,260 dan hanya dua puluh satu sya’ir yang huruf awal pada baris pertama menggunakan huruf vokal (huruf hidup) lihat sya’ir no 2, 27, 32, 40, 43, 71,72, 73, 121, 146, 154, 200, 205, 212, 214, 219, 221, 236, 240, 248, dan 255.

Sajak “aa” yang berakhiran dengan huruf mati berjumlah 100 bait, terdiri dari:

huruf G = 27 bait, lihat syai’ir no 13, 18, 37, 43, 59, 79, 90, 92, 93, 98, 100, 108, 123, 128, 134, 138, 140, 152, 154, 158, 181, 189, 206,242,256, 258, 260.

Huruf N = 24 bait, lihat sya’ir no11,53, 61,66, 76, 78, 85, 110, 117, 141, 142, 147, 165, 191, 192, 193, 199, 209, 211, 215, 223, 229, 259.

Huruf T = 9 bait, lihat sya’ir no 35, 75, 119, 120, 133, 184, 225, 227, 249.

Huruf H = 14 bait, lihat sya’ir no 47, 71, 94, 111, 121, 135, 144, 145, 146, 148, 149, 161, 216, 230.

Huruf R = 16 bait, lihat sya’ir no 15, 64, 89, 87, 88, 97, 127, 131, 136, 139, 162, 169, 190, 201, 222, 247.

Huruf M = 6 bait, lihat sya’ir no57, 65, 160, 186, 195, 233.

Huruf S = 2 bait, lihat sya’ir no 51, 155.

Huruf K = 1 bait, lihat Sya’ir no 178.

Huruf P = 1 bait, lihat Sya’ir no 9

Sebanyak 155 bait yang bersajak “aa” yang diakhiri dengan huruf hidup (vokal), terdiri dari tiga huruf yaitu:

Huruf A = 89 bait, lihat sya’ir no 1, 2, 3, 4, 5, 7, 16, 21, 23, 25, 26,27, 29,32, 34, 39, 45, 48, 52, 55, 58, 62, 63, 67, 68, 69, 70, 72, 81, 82, 84, 89, 99, 101, 109, 112, 113, 114, 115, 118, 124, 126, 129, 130, 132, 137, 143, 150, 151, 153, 157, 159, 163, 164, 166, 170, 171, 172, 175, 176, 177, 180, 183, 187, 188, 194, 205, 207, 208, 210, 213, 214, 218, 220, 226, 228, 231, 237, 238, 239, 240, 241, 243, 246, 248, 250, 252, 255, 257.

Huruf I =56 bait, lihat syair no,6, 12, 14, 17, 19, 20, 22, 30, 31, 33, 36, 38, 40, 42, 44, 46, 49, 50, 54, 56, 60, 73, 74, 77, 83, 86, 91, 96, 102, 103, 104, 106, 107, 116, 122, 125, 156, 167, 168, 173, 174, 182, 185, 196, 200, 202, 203, 204, 212, 219, 221, 224, 236, 244, 245, 251.

Huruf U = 10 bait, lihat sya’ir no 10, 24, 28, 105, 179, 198, 217, 234, 235, 253.

Perlu diingat dalam perhitungan ini, lima bait yang lapasnya berakhiran dengan sajak “aa”, tidak dihitung. Alasannya karena, di sini tidak menghitung pengucapan (lapas) melainkan penulisan huruf. Akan tetapi terdapat tiga tipe sajak yang dimaksud:

Huruf A+H = 2 bait, lihat sya’ir no 8, 254.

Huruf U+H = 1 bait, lihat bait no, 4.

Huruf T+D = 2 bait, lihat sya’ir no 95, 197.

Dapat juga kita ketemukan bahwa awal kalimat pada baris pertama pada 259 bait didominasi menggunakan huruf kapital, tetapi pada sya’ir no 12 tidak menggunakan huruf kapital. Kemudian sya’ir yang mencantumkan keterangan waktu dapat ditemukan pada lima bait. Lihat sya’ir no 10, 91, 145, 219 dan 257.

Pada Sya’ir Perang Menteng, ditemukan penekanan –penekanan pada kata-kata tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu seperti: kata ménténg, pangéran, témpo dan lain-lain.

Kebanyakkan Syaír Perang Menteng berisikan tentang perlawanan masyarakat Melayu dan jihad melawan pasukkan Holanda (Belanda). Selain berisikan tentang perlawanan dan jihad fi sabilillah, sya’ir perang menteng juga berisikan nasehat agama, dan sya’ir tentang nasehat tersebut dapat ditemukan pada tujuh sya’ir. Lihat sya’ir no 34, 119,120, 121,122, 213 dan 214.

No

Huruf Awal

No

Huruf Awal

No

Huruf Awal

No

Huruf Awal

1

66

105

156

2

67

106

157

3

68

107

158

4

69

108

159

5

70

109

160

6

71

110

161

7

72

111

162

8

73

112

163

9

74

113

164

10

75

114

165

11

76

115

166

12

77

116

167

13

78

117

168

14

79

119

169

15

80

118

169

16

81

119

170

17

82

120

178

18

83

121

179

19

84

122

180

20

85

123

181

21

86

124

182

22

87

125

183

23

88

126

184

24

89

127

185

25

90

128

186

26

91

129

187

27

92

130

188

28

93

131

189

29

94

132

190

30

95

133

191

31

96

134

192

32

97

135

193

33

98

136

194

34

99

137

194

35

100

138

196

36

101

139

197

37

102

140

198

38

103

141

199

39

104

142

200

40

105

143

201

41

106

144

202

42

107

145

203

43

108

146

204

44

109

147

205

45

110

148

206

46

111

149

207

47

112

150

208

48

113

151

209

49

114

152

210

50

115

153

212

51

116

154

213

52

117

155

214

53

118

215

54

119

216

55

120

217

56

121

218

57

122

219

58

123

220

60

124

221

61

125

222

62

126

223

63

127

224

64

128

225

65

129

226

130

227

  • Pen106elitian Isi dan Makna Sya’ir215

Secara umum, syaír perang menteng terbagi ke dalam tiga bagian utama yaitu:

  1. Pembukaan, pada pembukaan Sya’ir Perang Menteng berisikan awal petaka atau sebab-sebab petaka dan munculnya peperangan awal.
  2. Isi, pada bagian isi, Syair Perang Menteng banyak dipenuhi oleh perlawanan masyarakat melawan pasukkan Holanda.
  3. Penutup, bagian penutup pada Sya’ir Perang Menteng beisikan penutup cerita dari perang menteng dan permohonan maaf penulis.

Sya’ir Perang Menteng bercerita dengan menggunakan alur/plot campuran. Kronologis cerita Sya’ir Perang Menteng menceritakan perlawanan masyarakat melayu melawan pasukan Holanda. Tempat kejadian peristiwa Perang Menteng berada di tanah Melayu (khususnya tanah Sumatera Bagian Selatan dan tanah Bangka-Belitung), akan tetapi peristiwa ini lebih dikenal di Palembang.

Dalam Sya’ir Perang Menteng, dapat ditemukan beberapa tokoh, baik itu tokoh utama maupun tokoh antagonis. Secara global tokoh utama dalam Sya’ir Perang Mentang ini terbagi ke dalam empat golongan utama:

  1. Para penguasa ( seperti, raja, pangeran, patik dan lain-lain)
  2. Pemuka masyarakat
  3. Tokoh agama
  4. Rakyat

Sama halnya dengan tokoh utama, tokoh antagonis dalam Sya’ir Perang Menteng dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Pangeran Muhammad

2. Raja akil

3. Idelir Menteng Holanda

4. Opsir Holanda

5. Kornel Bakar

Pada bagian isi Sya’ir Perang Menteng, sya’ir-sya’irnya begitu bermakna. Satu sya’ir dengan sya’ir-sya’ir yang lainnya saling bertautan satu dengan yang lainnya. Sehingga, apabila salah satu sya’ir dihilangkan maka makna sya’ir akan menjadi rancu dan kehilangan bentuk cerita.

Ø Pembukaan Sya’ir Perang Menteng

Penjelasan tentang pembukaan dan penyebab terjadinya Perang Menteng dapat kita baca pada sya’ir no 1 sampai dengan 5. Syair no 6 sampai dengan 9 berceritakan tentang persiapan masyarakat, para penguasa, pemuka masyarakat, tokoh agama untuk melawan pasukkan Holanda. Pada sya’ir no 10 berisikan tanggal peperangan terjadi, atau dimulainya peperangan melawan pasukkan Holanda.

Ø Isi Syaír Perang Menteng

Sya’ir no 11 sampai dengan 256 berisikan perlawanan terhadap pasukkan Holanda. Dalam sya’ir tersebut terdapat beberapa tokoh perjuangan melawan pasukkan Holanda dan peristiwa penting lainnya.

Sya’ir no 11-22, tokoh perlawanan adalah : Haji Zain, Haji Jauhari dan Haji Ratib.

Sya’ir no 23-26, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Prabukesuma.

Sya’ir no 27-34, tokoh perlawanan adalah : Putera Duli Baginda.

Sya’ir no 35-40, tokoh perlawanan adalah : Rangga Satyagati

Sya ír no 41-47, tokoh perlawanan adalah : Kemas Said.

Sya’ir no 48-65, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Natagama

Sya’ir no 66-79,tokoh perlawanan adalah : Haji Bustam, Pangeran Kramayuda, Kramadiraja Pangeran Jauhari, dan Demang Wiratenaya.

Sya’ir no 80-86, tokoh perlawanan adalah : Temenggung Haji dan raja Mansyur

Sya’ir no 87-92, tokoh perlawanan adalah : Sultan Ratu

Sya’ir no 93-101, tokoh perlawanan adalah : Sayyid Zain dan Temenggung Astrawijaya.

Sya’ir no 102-110, tokoh perlawanan adalah : Citrawijaya

Sya’ir no 111-124, tokoh perlawanan adalah : Khatib Muhammad Saleh, Pangeran Puspawijaya, Pangeran Wirasentika, Pangeran Wiradiwangsa, Pangeran Puspadiraja, Haji Abdurrahim dan Haji Mas’ud.

Sya’ir no 125-128, tokoh perlawanan adalah : Rangga Darpacita.

Sya’ir no129-138, tokoh perlawanan adalah : Temenggung Citradita, dan Pangeran Citrawijaya.

Sya’ir no 139-143, “berisikan upaya perdamaian yang dilakukan oleh pihak Holanda kepada Paduka Nenda.”

Sya’ir no 144-145, “berisikan pengusiran pasukan Holanda ke negeri Mentok dan waktu pengusiran.

Sya’ir no 146-155, tokoh perlawanan adalah : Orang Benteng dan Pangeran Puspadiraja.

Sya’ir no 156-163, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Puspakrama

Sya’ir no 164-170, tokoh perlawanan adalah : Sutadiwangsa dan Sumawijaya

Sya’ir no 171-184, Bercerita tentang keagungan tokoh perlawanan melawan pasukan Holanda: Rangga Darpacita, Pangeran Astrawijaya, Rangga Satyagati, Pangeran Suradilaga, Pangeran Sutakesuma, pangeran Wirakesuma.

Sya’ir no 185-189, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Bupati dan Pangeran Natadiwangsa.

Sya’ir no 190-201, tokoh perlawanan adalah : Temenggung Haji, Syaikh Kutub al-Salwan, Sayyid Abdulrahman, Sayyid Husin, Sayyid Akil Muhammad dan Sayyid Ahmad bin Ali

Sya’ir no 202-210, tokoh perlawanan adalah : Hulubalang Raja Basturi.

Sya’ir no 211-223, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Dipati, Raja Akil Arif, Pangeran Bupati dan Puspadilaga.

Sya’ir no 224-233, berisikan sebuah kisah atau peristiwa yang sangat singakat tentang suatu peristiwa besar seperti: peristiwa perlawanan di Pulau Bayak, Selat Jaran, muslihat pasukkan Holanda dengan mengirim utusan yang bernama si Gangsa dengan membawa surat perdamaian. Penolakkan surat dari pihak Holanda dan persiapan untuk perang melawan pasukan Holanda.

Sya’ir no 234-240, tokoh perlawanan adalah : Pangeran Bupati Pangeran Dipati Muda, Pangeran Kramadiraja, Pangeran Puspadiraja, Pangeran Kramadilaga dan Demang Jayateruna.

Sya’ir no 241-249, tokoh perlawanan adalah : pangeran Bupati dan Sayyid al-Basyar

Ø Penutup Sya’ir Perang Menteng

Pada bagian penutup Sya’ir Perang Menteng terbagi dalam dua bagian yaitu;

  1. Sya’ir no 250-256, berisikan akhir dari perang menteng.
  2. Sya’ir no 257-260, berisikan akhir dari penulisan Sya’ir perang menteng dan ucapan permohonan maaf penulisan dalam pembuat sya’irnya.